PROFILE DESA GEMUHBLANTEN
KEPALA DESA
Asal Mula Desa Gemuhblanten
Asal muasal Desa Gemuhblanten berdasarkan cerita yang berkembang dikalangan warga masyarakat Desa Gemuhblanten, nama Gemuhblanten diambil dari sejarah terjadinya Desa Gemuhblanten. Sejak jaman dahulu ada seorang petinggi Mataram yang ikut berperang melawan VOC Belanda di Batavia, beliau bernama Raden Burhan (Tumenggung Begananda) dan beliaunya enggan (gemoh) pindah dari desa ini terus kejadian tersebut lama – kelamaan dari kata gemoh dan kebetulan Raden Burhan (Tumenggung Begananda) tinggal di Dusun Blanten selanjutnya dinamakan Gemohblanten (Gemuhblanten). Raden Burhan selama hidupnya belum mempunyai anak dan meninggal dunia (mukso/ murco) masih dalam keadaan bujang, maka menambah sulit mencari asal usul maupun perjalanan hidupnya.
Dalam sastra lesan atau cerita tutur yang berkembang dimasyarakat sekitar, Raden Burhan (Tumenggung Begananda) adalah putra seorang saudagar kaya asal Banyumas yang bernama Ngadni. Saudagar Ngadni yang tewas karena dianiaya oleh seorang Sang Adipati Tegolelono karena kesalahan saudagar Ngadni yang ditanya oleh Sang Adipati Tegolelono dan jawabannya menyinggung perasaan Sang Adipati. Siapa sebenarnya orang yang telah dibunuh oleh Sang Adipati dan siapa yang bermaksud dengan anak yang “ Kalung Sarung “ itu ? Kedua orang tersebut adalah tidak lain dan tidak bukan yaitu saudagar Ngadni dan Raden Burhan (Tumenggung Begananda) waktu masih kecil.
Sementara itu Raden Burhan melarikan diri mencari selamat, akhirnya bertemu dengan seorang janda bernama Nyai Ploso Kuning. Namun karena sudah ada pengumuman dan hukum yang berlaku dari sang Adipati maka Nyai Ploso Kuning merasa takut dan menyerahkan Raden Burhan kepada salah seorang saudaranya yang bernama Ki Imran. Ki Imran nekad tidak mau menyerahkan Raden Burhan pada Sang Adipati dan kemudian ia dipanggil untuk diadili. Kepergian Ki Imran ke Kadipaten memang tidak boleh diikuti oleh Raden Burhan dan oleh Ki Imran ia dimasukan ke dalam kamar dan pintunya dikunci (digembok). Cerita dikuncinya Raden Burhan oleh Ki Imran itu kemudian hari Ki Imran lebih suka dipanggil dengan nama barunya yaitu Sigembok. Nama Sigembok juga memberi inspirasi munculnya Desa Gemuhblanten.
Kemudian Raden Burhan bertemu dengan Patih Ronggo Rese seorang yang sakti mandra guna terus akhirnya diajarkannya ilmu kanuragan dengan sebuah aji linuwih yang disebut dengan nama “Bega“. Karena Raden Burhan masih anak-anak dan aji itu telah menyatu pada dirinya, maka Raden Burhan diganti namanya oleh Patih Ronggo Rese menjadi “BEGANANDA“ ada yang menyebutnya Begolondo karena wajahnya seperti Londo (Belanda). Tokoh Begananda diceritakan tidak meninggal dunia akan tetapi mukso/ murco yaitu meninggal dengan sendirinya tetapi tidak diketahui oleh orang lain. Petilasannya ada di Desa Gemuhblanten yang dipertandakan (nisannya) sebuah pohon besar yang menjulang tinggi keatas.
Tokoh ini menyimpan misteri yang luar biasa ia di yakini belum meninggal dunia hanya mukso/ murco ditempat yang sekarang dikenal sebagai makamnya. Bila orang berziarah ke petilasannya/ makamnya pasti diperingatkan oleh sang juru kunci agar tidak banyak bicara, ia tidak mau dibacakan tahlil atupun doa-doa. Tetapi sampai sekarang masyarakat Desa Gemuhblanten masih melaksanakan “ Nyadran “ yang dilakukan pada setiap bulan suro (penanggalan jawa) atau bulan Muharam. Nyadran merupakan sebuah ungkapan rasa terima kasih atas berkah panen serta keselamatan yang diterima pada tahun sebelumnya dan sekaligus upaya untuk memohon berkah dan keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa pada tahun yang akan datang. Tradisi ini dijalankan dengan cara menyembelih kambing yang biasanya iurannya didapat dari Kepala Desa dan Perangkat Desa serta pemilik sawah yang berada disekitar Makam Begananda.
selengkapnya
untuk melihat data penduduk bisa klik tautan berikut : Data Penduduk